5 Jurus Guru Membentuk Siswa Berprestasi
Oleh: Mulyono, S.Si *
“JIKA-ingin memberi anak ikan jangan sampai langsung membelikannya ikan goreng dan menyuapinya, akan tetapi belikan mereka pancingan. Dengan begitu mereka akan belajar dan tahu bagaimana caranya mendapatkan ikan, bagaimana memasak ikan sehingga nikmatnya rasa ikan akan bisa lebih mereka nikmati.” (Syaiful Bahri.alm)
SALAH-satu deskripsi guru berprestasi berdasarkan buku petunjuk seleksi guru berprestasi nasional kemdikbud guru berprestasi adalah guru yang memiliki kinerja melampaui standar yang ditetapkan oleh satuan pendidikan, mencakup empat kompetensi yaitu pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional, menghasilkan karya inovatif yang diakui baik pada tingkat daerah, nasional dan/atau internasional; serta secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler. Berdasarkan hal tersebut guru hebat juga dititikberatkan bagaimana mereka mendidik anak hingga berprestasi, selain itu juga merupakan kompetensi pedagodik kita sebagai seorang guru. Nah, berikut penulis sampaikan bagaimana jurus menjadi guru hebat menurut versi penulis.
Pertama, ajarkan bagaimana siswa belajar. Penulis masih teringat jelas pesan dari bapak Syaiful Bahri (Alm), beliau bapak mertua saya. Pesan beliau dalam mendidik anak diibaratkan dengan analogi memancing. “Jika ingin memberi anak ikan jangan sampai langsung membelikannya ikan goreng dan menyuapinya, akan tetapi belikan mereka pancingan. Dengan begitu mereka akan belajar dan tahu bagaimana caranya mendapatkan ikan, bagaimana memasak ikan sehingga nikmatnya rasa ikan akan bisa lebih nikmat.”
Hindari mudah memarahi atau membenci atas kekurangan mereka. Ingat, mereka sedang proses belajar dan tentu hasilnya belum semaksimal sesuai kita harapkan. Sesekali beri pujian untuk menyemangatinya, beri masukan untuk meningkatkan kualitas proses belajar mereka. Ajari bagaimana mereka belajar, tunjukan betapa mereka butuh belajar dan selalu ingat akan pentingnya belajar. Metode pembelajaran yang kreatif dan hebat memang sangatlah dibutuhkan, akan tetapi mengajari anak bagaimana cara belajar itu lebih penting.
Kedua, pelajari bagaimana karakter dan potensi anak. Membuat mereka menemukan cara belajar yang sesuai untuk mereka adalah yang perlu ditemukan oleh kita seorang guru. Dengan tipe belajar yang mereka miliki masing-masing serta keunikan diri mereka tentu gaya belajar mereka juga akan lain. Anak tipe auditori tentu perlu perlakuan yang berbeda dengan anak yang memiliki tipe kinestetik. Pelajari karakter mereka, gunakan pendekatan yang berbeda untuk anak dengan tipe belajar yang berbeda. Hal ini bisa dilakukan minimal lewat penugasan yang berbeda, tanpa mengurangi bobot materi yang diajarkan.
Ketiga, hargai anak dengan melibatkannya. Pembagian pola asuh anak ke dalam tiga fase perkembangan anak perlu dilakukan. Hal ini sesuai yang dilakukan oleh sahabat Ali bin Abi Tholib yang juga telah dituliskan oleh Nafik Palil dalam bukunya Menyiapkan Ananda Menjadi Sang Juara Kehidupan. Fase pertama usia 0-7 tahun perlakukan anak seperti raja (ajaklah mereka bermain), fase kedua usia 8-14 tahun perlakukan anak seperti tawanan perang (ajarkan mereka adab) dan fase ketiga usia 15-21 perlakukan anak seperti kawan (jadikan mereka sahabat). Ajak diskusi, cari masukan dari mereka, ajukan pertanyaan logika untuk mereka.
Keempat, tampilah maksimal di depan anak. Tidak hanya tampilan menarik tapi sikap yang menarik juga perlu ditampilkan untuk menambah semangat anak dalam mengikuti pelajaran. Tunjukkan keteladanan tidak hanya dalam berpenampilan akan tetapi juga dalam bersikap. Tularkan sikap optimis untuk selalu prestatif pada mereka. Buat anak kagum seakan belajar adalah segalanya, dan guru bisa segalanya dengan cara kreatif yang anda tunjukan di depan mereka.
Kelima, menjadikan murid hebat di zamannya. Teringat pesan Abib Hasan Al-Jufri asal semarang saat silaturahmi ke rumah beliau.“Tugas kita hanya mendoakan mereka (baca: anak-anak), tantangan mereka di zamannya jauh lebih hebat dari pada kita dulu. Kalaupun tidak dikabulkan sekarang, itu untuk anak mereka besok, kalau tidak untuk cucu mereka besok, cicit mereka, dan seterusnya, insyallah pasti dikabulkan”. Pesan beliau bijak.
Benar sekali kita hidup dan dibesarkan di akhir abad 20 sedangkan anak didik kita mulai tumbuh dan berkembang di abad 21. Terlihat jelas dari hal yang sederhana, mainan kita dulu dan anak kita sekarang saja sudah jauh berbeda. Tantangan era digital yang banyak mewarnai hari-hari mereka. Tentu perlakuan untuk mendidik mereka pun tidaklah sama seperti cara orangtua atau guru kita dulu dalam mendidik kita. Ajarkan sikap pada mereka untuk selalu bijak dalam memanfaatkan teknologi. Ajarkan tentang kreatifitas untuk hidup. Buat mereka hebat di zamannya. Semoga.
*Penulis adalah guru IPA SMP Islam Terpadu PAPB Semarang dan guru Berprestasi Nasional 2019.
Editor Bahasa: Mokhamad Malikul Alam
Ilustrasi Gambar: Mokhamad Malikul Alam
Tag:berprestasi, guru, siswa belajar