Guru BK, Orangtua dan Generasi Milenial

Oleh : Yani Dwi Purwanti *
MENGHADAPI-anak remaja era milenial ini sangat krusial, menurut saya. Mungkin juga menurut teman-teman lain. Generasi milenial ini semacam terminologi generasi dan banyak sekali dibicarakan. Katanya juga anak generasi ini suka tidak sepemikiran dengan orang tuanya. Iya kah? Entahlah, saya belum memiliki anak remaja. Namun dalam jangka beberapa tahun lagi anak saya pun akan beranjak remaja. Jadi saya mesti paham nih tentang pola asuh yang harus diterapkan pada anak era milenial.
Saya selaku Guru BK sering mendapatkan permasalahan anak-anak remaja saat ini. Perilaku siswa yang unik dan menarik baik dalam ranah positif maupun negatif menjadi hal yang mudah ditemukan di sekolah. Dalam ranah positif, karakteristik siswa sebagai generasi millenial yang mudah mengakses informasi dan akrab dengan teknologi menjadikan siswa lebih kreatif, inovatif, dan mampu mengembangkan dirinya untuk meraih prestasi di bidang akademik, olahraga, seni, dan media kreatif melalui cara-cara baru yang tidak bisa dilakukan oleh generasi sebelumnya. Akan tetapi, generasi milenial juga seringkali terjebak pada beberapa permasalahan seperti nomophobia (kecanduan gawai), cyber bullying melalui media sosial, degradasi moral karena banyak konten di media sosial yang kurang mendidik, dan lain sebagainya. Kondisi ini membuat siswa terhambat dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah dan sulit mencapai tujuan pendidikan nasional.
Sebagai bagian dari komponen pendidikan, guru bimbingan dan konseling (BK) atau konselor merupakan salah satu pihak yang bertanggung jawab dalam membimbing siswa agar tidak menyalahi norma dan nilai yang berlaku. Bekerja sama dengan orangtua dan staf sekolah lainnya perlu melakukan pencegahan, pendampingan, dan tindakan kuratif pada siswa generasi milenial agar dapat berkembang secara optimal. Akan tetapi, guru BK/konselor, orangtua dan staf sekolah sering kali mengalami penolakan dari generasi milenial. Dengan alasan bahwa guru dan orangtua tersebut kuno, ketinggalan zaman, dan tidak memahami kondisi “zaman now”.
Maka dari itu konselor sebaiknya hadir sebagai sosok yang menyenangkan, adaptif, kekinian, dan mengerti perkembangan zaman. Akan tetapi, konselor juga perlu konsisten memegang nilai dan norma yang harus digunakannya dalam membimbing konseling agar tidak salah arah dan tersesat dalam pusaran arus millenial yang semakin kuat. Konselor yang ramah, kekinian, mengerti trend anak muda dan memahami teknologi masa kini akan hadir sebagai sahabat siswa yang mampu mengerti, memahami, mencegah, membimbing, dan menuntun siswa pada jalan kesuksesan yang menjanjikan. Laksana sebuah lampu, konselor adalah lampu yang diisi dengan bahan bakar resiliensi tinggi, untuk menghasilkan cahaya kedamaian dan menjadi tuntunan bagi siswa generasi milenial agar dapat berkembang secara optimal.
Baca Juga: Memilihkan Makanan yang Higienis untuk Anak
Terus bagaimana dengan orang tua? Nah, sebagai orangtua tentu saja ada beberapa hal yang harus diterapkan dalam pola asuh anak era milenial. Anak tetap menjadi anak baik dan berbudi pekerti, meski digerus zaman dan teknologi namun kesopanan dan agama wajib diperhatikan.
Tanggung Jawab
Kalau membicarakan pola asuh, pasti langsung ke ibu. Ya karena ibu adalah pemegang peran penting dalam pengasuhan anak. Padahal ayah juga memiliki peran penting loh dalam pengasuhan. Orang tua, ayah dan ibu itu harus memiliki tipe pengasuhan yang sama supaya tidak bikin anak bingung. Jangan memberikan tanggung jawab pengasuhan pada pihak ketiga, termasuk pada kakek neneknya, karena yang berhak atas pengasuhan anak adalah orang tuanya. Peranan orang tua utuh yang sehat akan membuat anak terhindar dari dampak buruk pergaulan.
Kedekatan
Bukan hanya raga yang dekat namun juga jiwanya. Antara anak dan orang tua harus ada bonding atau kedekatan jiwa yang kuat, salah satunya dengan sering memeluk anak. Itu adalah salah satu pendekatan emosional yang bisa membuat anak tenang.
Tujuan Pengasuhan
Tujuan pengasuhan harus jelas arahnya. Sejak anak lahir ya harus dirumuskan nih bagaimana kesepakatan dengan suami pada pola asuh anak dan apa saja yang akan diterapkan pada pola asuh anak dan cari tahu bagaimana cara pendekatannya. Jadi jika sudah dirumuskan maka akan terarah pula tujuannya.
Kuatkan Fondasi Agama
Wajib hukumnya orangtua mengajarkan anak-anak tentang agama. Pendidikan agama wajib sekali ditanamkan sejak dini. Mengajarkan anak agama bukan semata-mata belajar mengaji namun belajar mengkaji diri juga. Jadi jangan biarkan anak kosong agamanya. Jika fondasi agamanya kuat, insyaAllah anak generasi milennial akan tetap santun.
Bicara yang Baik
Orangtua ya harus bicara yang baik dan bicara baik-baik dengan anak. Tidak boleh bohong dan wajib membaca bahasa tubuh anak juga. Iya, menjadi ibu harus bisa membaca bahasa tubuh anak dan mendengarkan perasaan anak juga. Jangan menyalahkan, jangan membandingkan, jangan memberikan label atau cap. Hal itu hanya akan membuat anak tidak ada harganya saja. Komunikasi dua arah dengan anak dengan baik-baik setiap mengambil keputusan atau hanya sekadar ngobrol dengan anak.
Masa pubertas
Anak memasuki masa pubertas, otomatis orangtua harus memberitahu anak tentang sex. Hmm…. masih tabu ya kalau dibicarakan dengan anak. Tapi ini penting loh adanya sex education pada anak. Tapi ya tentu saja dengan bahasa yang bisa dimengerti anak. Apalagi jika anak sudah mulai menstruasi, wajib sekali memperkenalkan pemahaman seks pada anak agar anak tahu dan paham juga.
Era digital, era milennial tentu saja anak mau tidak mau harus mengikuti. Untuk penggunaan gawai (gadget) pada anak ada batasan waktunya. Anak tidak seenaknya menggunakan gawai. Anak pun memiliki tanggung jawab. Untuk akses internet sebaiknya dipantau dan dibatasi agar anak tidak melihat situs yang tidak seharusnya dilihat. Era milenial ini meski gawai dan teknologi semakin mencuat, namun jangan sampai anak-anak menjadi budak gawai. Maka obrolan santai sepulang sekolah bisa menjadi alternatif untuk kita para orangtua. Atau misalnya dengan memasak bersama dan renang bersama. Hangout bersama juga seru atau nonton film bersama.
* Penulis adalah guru Bimbingan dan Konseling (BK) SMP Islam Terpadu PAPB Semarang
Editor Bahasa: Mokhamad Malikul Alam
Ilustrator Gambar: Mokhamad Malikul Alam