Literasi, Kunci untuk Menembus Kecakapan Abad 21
Oleh: Rumiarti, S.Pd. *
PIDATO-menteri pendidikan viral pada peringatan hari guru 2019 diantaranya menyatakan, “guru dapat melakukan perubahan walaupun kecil di kelas yang diajar. Ada hal yang diminta mulai dari berdiskusi, siswa mengajar, proyek bakti sosial, temukan bakat pada siswa sampai bantuan pada guru”. Hal di atas dapat dilakukan apabila guru mempunyai kemampuan literasi yang memadai, mau dan mampu melaksanakan inovasi dalam pembelajaran, juga terus meng-up grade diri sehingga memiliki pengetahuan dan wawasan luas. Bagaimana bisa berdiskusi atau meminta siswa mengajar di depan kelas atau mencetuskan proyek bakti sosial bila pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan literasi sangat minim. Akibatnya miskin ide-ide saat berdiskusi atau bercerita didepan kelas juga cara pemecahan masalah yang tidak membuat anak menjadi berpikir kritis dan kreatif.
Guru adalah agen perubahan yang diharapkan bisa membentuk generasi masa depan yang literate, menciptakan kondisi di kelas yang mampu menumbuhkan minat, kesenangan dan kebiasaan baca siswa. Mengapa Literasi begitu penting? Karena ini adalah kunci untuk bisa menembus dan berkontribusi pada pembelajaran abad 21 atau pada revolusi industry 4.0. Status Indonesia berada dalam keadaan “Darurat Literasi “. Dari hasil riset Central Connecticut State University pada Maret 2016 lalu. Riset itu menempatkan Indonesia menjadi negara dengan minat baca terendah kedua atau peringkat ke-60 dari 61 negara di dunia. Minat baca di Indonesia masih berada pada angka 1 persen. Artinya dari seribu orang hanya ada satu orang yang memiliki minat baca. Sayangnya, penelitian itu bukan satu-satunya yang menunjukkan betapa memprihatinkannya kemampuan literasi kita.
Ada pula, penelitian Programme for International Students Assessment (PISA) terhadap kemampuan literasi (matematika, sains, dan bahasa) siswa dari berbagai dunia pada tahun 2003, 2006, 2009, dan 2012. Khusus untuk literasi bahasa, tahun 2003 prestasi literasi siswa Indonesia berada pada peringkat ke-39 dari 40 negara, tahun 2006 pada peringkat ke-48 dari 56 negara, tahun 2009 pada peringkat ke-57 dari 65 negara, dan tahun 2012 pada peringkat ke-64 dari 65 negara.
Penelitian lainnya, dilakukan Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) pada 2006, yang mengkaji 45 negara maju dan berkembang dalam bidang membaca pada anak-anak kelas IV sekolah dasar di bawah koordinasi The International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA). Hasilnya menempatkan Indonesia pada peringkat ke 41.
Hasil di atas merupakan peringatan bagi Indonesia umumnya dan sekolah khususnya untuk segera melakukan perubahan besar-besaran dalam system pendidikan.
Pentingnya literasi
Saat ini pemerintah khususnya Kemendikbud tengah menumbuhkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai riset yang menunjukkan bahwa tingkat literasi di kalangan masyarakat khususnya pelajar masih rendah. Sekolah memiliki peranan yang mendasar dalam gerakan literasi secara nasional.
Hal ini dikarenakan sekolah sebagai komunitas intelektual yang melibatkan beberapa unsur seperti peserta didik, guru, dan orang tua murid. Sebuah gerakan nasional bisa mencapai hasil yang bagus apabila dilaksanakan secara bersama-sama bukan perseorangan. Sekolah dimaknai sebagai sebuah proses untuk perubahan melalui belajar. Oleh karena itu literasi adalah kegiatan yang dibutuhkan oleh setiap peserta didik untuk menunjang proses perubahan. Sekolah merupakan ujung tombak dari terselenggaranya gerakan literasi karena siswa menjadi pembaca aktif.
Pada dasarnya, masih banyak orang berpikir bahwa membaca hanya akan menghabis waktu dengan percuma dan tidak bermanfaat, sehingga mereka berpikir lebih baik melakukan aktivitas yang lain dari pada membaca. Padahal dengan membaca kita dapat menambah wawasan serta ilmu pengetahuan untuk memperkaya intelektual, terutama di era globalisasi ini.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia, adapun diantaranya: kualitas pendidikan yang rendah, kecukupan gizi yang tidak memumpuni, infrastruktur minim, serta minat baca yang rendah di masyarakat. Dari keseluruhan poin mengenai penyebab lemahnya kemampuan literasi di Indonesia tersebut, minimnya minat baca masyarakat menjadi hal yang paling memprihatinkan. Apanila dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya, hanya minat bacalah yang tergolong sebagai faktor kultural, sehigga dalam penanganannya dibutuhkan rencana jangka panjang yang harus dilaksanakan secara menyeluruh kepada seluruh masyarakat di Indonesia, karena begitu minat baca pada generasi terkini berhasil dibudayakan, maka nilai tersebut akan diwariskan lagi kepada generasi-generasi selanjutnya—menciptakan domino effect dalam budaya membaca di Indonesa dan mengubah nilai kultur yang awalnya sempat disepelekan tersebut.
Gerakan Literasi
Gerakan literasi merupakan salah satu bentuk penumbuhan budi pekerti atau pendidikan karakter. Hal yang menjadi dasarnya adalah Permendibud nomor 23 tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti. Bentuk gerakan literasi di sekolah antara lain; pembiasaan membaca buku nonteks 15 menit sebelum pembelajaran, membuat pojok baca, membuat pohon literasi, majalah dinding (mading), laporan bacaan buku, dan sebagainya.
Jenis-Jenis Literasi
Ada 6 (enam) jenis literasi dasar, yaitu; (1) literasi baca-tulis, (2) literasi numerasi, (3) literasi finansial, (4) literasi sains, (5) literasi sains dan kewarganegaraan, (6) literasi teknologi informasi, dan komunikasi. Kalau keenam literasi literasi ini mau dikerucutkan lagi, maka literasi baca-tulis menjadi literasi yang paling utama. Literasi baca-tulis pada pendidikan dasar, khususnya pada jenjang SD harus diperkuat, karena SD adalah fondasi dalam pendidikan siswa di lembaga formal. Literasi merupakan pintu gerbang untuk menguasai materi pelajaran. Di kelas rendah (I-III) diajarkan membaca, menulis, dan berhitung (CALISTUNG) yang notabene merupakan literasi yang paling mendasar.
Literasi secara sederhana diartikan sebagai keberaksaraan. Dalam perkembangannya, literasi bukan hanya diidentikkan dengan kemampuan calistung, tetapi juga pada aspek yang lain seperti kemampuan memilih dan memilah informasi, berkomunikasi, dan bersosialisasi dalam masyarakat. UNESCO tahun 2003 menyatakan bahwa “Literasi lebih dari sekedar membaca dan menulis. Literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya.”
Kemudian pasal 1 ayat (4) Undang-undang nomor 3 Tahun 2017 tentang Perbukuan menyatakan bahwa: “Literasi adalah kemampuan untuk memaknai informasi secara kritis sehingga setiap orang dapat mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas hidupnya.” Walau pengertian literasi sudah berkembang, aktivitas membaca dan menulis merupakan hal yang paling mendasar dalam literasi. Mengapa demikian? Karena memilih dan memilah informasi tentunya dilakukan dengan membaca. Dan aktivitas membaca hanya dilakukan jika ada bacaan yang nota bene karya para penulis.
Digulirkannya kurikulum 2013 diharapkan dapat memberikan kecakapan abad ke-21 kepada peserta didik. Hal ini untuk menyikapi tuntutan zaman yang semakin kompetitif. Adapun pembelajaran abad ke-21 mencerminkan 4 (empat) hal. Pertama, kemampuan berpikir kritis (critical thinking skill).Kegiatan pembelajaran dirancang untuk mewujudkan hal tersebut melalui penerapan pendekatan saintifik (5M), pembelajaran berbasis masalah, penyelesaian masalah, dan pembelajaran berbasis projek.
Kedua, kreativitas (creativity). Guru perlu membuka ruang kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Kembangkan budaya apresiasi terhadap sekecil apapun peran atau prestasi siswa. Hal ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk terus meningkatkan prestasinya. Tentu kita ingat dengan Pak Tino Sidin, yang mengisi acara menggambar atau melukis di TVRI sekian tahun silam. Beliau selalu berkata “bagus” terhadap apapun kondisi hasil karya anak-anak didiknya. Hal tersebut perlu dicontoh oleh guru-guru masa kini agar siswa merasa dihargai.
Ketiga, komunikasi (communication).Abad 21 adalah abad digital. Komunikasi dilakukan melewati batas wilayah negara dengan menggunakan perangkat teknologi yang semakin canggih. Internet sangat membantu manusia dalam berkomunikasi. Saat ini begitu banyak media sosial yang digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi. Melalui smartphoneyang dimilikinya, dalam hitungan detik, manusia dapat dengan mudah terhubung ke seluruh dunia.
Keempat, kolaborasi (collaboration).Pembelajaran secara berkelompok, kooperatif melatih siswa untuk berkolaborasi dan bekerjasama. Hal ini juga untuk menanamkan kemampuan bersosialisasi dan mengendalikan ego serta emosi. Dengan demikian, melalui kolaborasi akan tercipta kebersamaan, rasa memiliki, tanggung jawab, dan kepedulian antar anggota.
Berdasarkan kepada uraian di atas, dapat diambil sebuah benang merah bahwa terdapat kaitan yang sangat erat antara literasi baca-tulis dengan kecakapan abad ke-21, karena empat kecakapan yang harus dimiliki oleh peserta didik akan dapat diketahui, dipahami, dan dikuasi jika peserta didik mau membaca.
Masa depan Indonesia ada ditangan generasi muda yang didominasi oleh pelajar. Oleh karena itu pelajar menjadi motor penggerak literasi di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa kemajuan sebauh bangsa sangat bergantung pada seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki oleh warganya dan Kepemilikan pengetahuan itu bisa terjadi melalui literasi. Oleh karena itu, membaca memiliki beberapa manfaat.
Pertama, membaca bisa digambarkan sebagai jembatan yang menghubungkan anda ke masa lalu menuju masa depan. Kehidupan manusia pada hakekatnya adalah sebuah referensi termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka dengan membaca kita sebenarnya sedang berpetualang kemasa lalu.
Kedua, Membaca adalah proses mental untuk menggali informasi dan ilmu pengetahuan dalam bentuk apa saja. Memiliki banyak informasi dan ilmu pengetahuan akan membantu kita untuk menguasai bidang kehidupan ini. Kita tidak akan tertinggal oleh kemajuan teknologi dengan segudang ilmu pengetahuan yang telah kita peroleh.
Ketiga, dengan membaca maka kita akan bisa menulis. Menulis adalah ketrampilan berbahasa manusia yang paling tinggi sehingga tidak semua orang memiliki kecakapan ini. Tulisan sebenarnya merupakan uangkapan rasa atau pikiran dalam bentuk teks. Pikiran-pikiran yang kita tuangkan itu merupakan muara dari pengetahuan yang kita peroleh melalui kegiatan membaca.
*Penulis adalah Guru IPA SMP Islam Terpadu PAPB Semarang
Editor Bahasa: Tri Wahyuni
Ilustrasi Gambar: Mokhamad Malikul Alam
Tag:literasi