Mendidik Anak Berkarakter Zaman Now
Oleh: Lyla Uluwwi Syarfiyah, S.Pd.
Guru Bahasa Inggris SMP Islam Terpadu PAPB Semarang
โperaturan dilanggar
siapa pun hendak dilawan
apakah sebuah tamparan, kan menjadikan jengah?
tidak.
kepala batu
tamparan tak buat jera
makian pun apalagi
satu kata, berbalas ribuan kata
tinggi dengan tinggi
…โ
Siti K-nia
SUNGGUH-miris melihat perilaku anak zaman sekarang yang dari tahun ke tahun terus mengalami degradasi dalam segala aspek moral, mulai dari cara bertutur kata, cara berpakaian, cara bersikap dan berpola pikir, serta masih banyak lagi yang lainnya. Salah satu faktor penyebab degradasi moral remaja adalah perkembangan globalisasi yang tidak seimbang. Kita terus menuntut kemajuan di era global ini tanpa memandang aspek kesantunan budaya negeri. Ketidakseimbangan itulah yang pada akhirnya membuat moral semakin jatuh dan rusak.
Keluarga sebagai sekolah pertama dan utama memegang peranan penting dalam pembentukan karakter anak. Kunci keberhasilan dalam membangun karakter anak adalah kesediaan orang tua untuk selalu belajar dan memperbaiki diri yang didasari kesadaran dijadikannya orang tua sebagai contoh dan panutan anak dalam segala sikap, perkataan dan perbuatan , tetapi juga menjadi penyemangat sekaligus memudahkan anak dalam proses tumbuh kembangnya. Pembentukan karakter adalah sebuah perjalanan panjang dalam mendidik anak, hasilnya mungkin baru dapat kita lihat setelah proses berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Tidak pernah ada satu โresepโ mujarab yang dapat menjawab semua permasalahan dalam menanamkan karakter positif pada anak.
Tidak dipungkiri bahwa anak adalah seorang peniru yang ulung. Oleh karenanya, pendidikan karakter yang ditanamkan sejak dini dalam keluarga memegang peranan yang paling vital. Bagaimana orang tua berpikir, bertutur kata dan berperilaku secara tidak langsung akan diserap dan ditiru oleh anak tanpa memahami baik buruknya terlebih dahulu. Orang tua yang bijak akan segera mengintrospeksi sikap dan perilakunya kembali baik di dalam maupun di luar rumah.
Pendidikan dasar yang wajib ditanamkan kepada anak adalah tentang tauhid dan keagamaan. Meskipun anak belum memahami sepenuhnya tentang hakikat utama pendidikan keagamaan, setidaknya mereka sudah tertanam keyakinan dan keimanan sedini mungkin yang akan menjadi bekal dalam kehidupan di masa mendatang. Ajarkan dan lakukan hal-hal kecil kepada anak, karena terkadang kita tidak sadar bahwa hal-hal kecil bagi kita belum tentu kecil bagi mereka.
Layaknya terbiasa mengatakan permisi, terima kasih, maaf dan kebiasaan berbagi merupakan cara sederhana untuk membentuk karakter sejak dini. Mereka akan terbisa untuk menggunakan komunikasi ke sesama manusia dengan cara yang benar, tidak seenaknya saja. Mengingatkan, menegur dan memberikan contoh untuk membentuk pembiasaan karakter anak. Keras bukan berarti galak dan lembut bukan berarti lemah. Seperti yang disampaikan sebelumnya, bahwa anak adalah peniru yang ulung. Oleh karena itu, pembiasaan melakukan hal kecil sejak dini akan berdampak kepada anak dalam kurun waktu yang lama hingga ia beranjak dewasa.
Konsistensi pembiasaan pembentukkan karakter anak menjadi faktor pendukung berikutnya. Pembiasaan perilaku yang positif tidak akan efektif tanpa adanya konsistensi dari orang tua dan anak. Kebiasaan merupakan hal yang dianggap sepele padahal penting dan juga riskan, dimana kita harus paham bahwa anak yang sudah dididik sejak kecil dengan kebiasaan yang baik, ketika besar mereka akan terbiasa dengan pendidikan tersebut.
Jika memang mereka menyimpang dan melakukan perilaku abnormal biasanya alam bawah sadar atau psikologis ย mereka merasa ada yang salah dan tidak sesuai. Maka, pada akhirnya, mereka akan kembali ke kebiasaan mereka, inilah yang menjadi kunci para orang tua untuk menerapan kebiasaan sejak dini ke jalur yang baik. Misalnya dengan makan menggunakan tangan kanan, berbicara sopan dan perlahan, serta duduk dengan teratur.
Hal kecil seperti ini akan mempengaruhi tata krama mereka ketika besar. Namun ada hal yang akan mengganjal mereka dimana anda tidak konsisten dalam mendidik atau memberikan nasihat dan patahan. Misalnya ketika kita membuang sampah sembarangan dan anak melihat hal tersebut, maka pendidikan karakter akan gagal.ย Ketika kita tidak menegur atau memperingatkan anak akan hal yang menyimpang yang mereka lakukan pada suatu saat, namun di lain waktu kita memarahinya untuk pelanggaran yang sama. Karena, hal seperti ini membuat anak bingung dan justru mengganggu konsepย dan pola pikir diri mereka akan hal yang salah dan benar.
Disisi lain, jangan terlalu memanjakan anak. Walau setiap orang tua berpikir, bahwa anak adalah harta yang paling berharga dan apapun yang mereka inginkan dan membuatnya bahagia bisa membuat orang tua bahagia juga. Kurang tepatnya teori ini berdampak pada sikap dan sifat anak-anak baik ketika masih kecil maupun sudah beranjak remaja hingga dewasa. Mereka yang hanya tahu merengek dan terkabul keinginannya akan menjadi karakter yang lemah, cepat putus asa, dan memiliki ego yang besar. Cobalah untuk memikirkan jangka panjang akan sikap dan sifat mereka dengan tidak membiasakan memberikan apapun yang mereka inginkan. Sedih memang sejak awal melihat mereka menangis, namun kita akan tahu bahwa itu baik untuk anak-anak dalam hal membentuk karakter.
Seorang anak yang terlalu dilindungi,ย dimanjakan, dan dipenuhi apa pun yang ia mau,
akan mengembangkan “mentalitas hak” dan akan selalu mengutamakan dirinya sendiri. Dia akan mengabaikan upaya orangtuanya. Jika kita menjadi orangtua yang terlalu melindungi, bukan berati mencintai anak-anak dengan cara yg benar. Boleh membiarkan anak tinggal di sebuah rumah besar, makan makanan yang lezat, belajar piano, menonton TV layar lebar. Tapi ketika Anda membersihkan rumah, ajak mereka juga melakukannya. Setelah makan, biarkan anak-anak mencuci piring dan gelas sendiri.
Hal-hal di atas, bukan karena tidak punya uang untuk menyewa pembantu, tetapi karena kita ingin mencintai anak-anak dengan cara yang benar.ย Agar mereka mengerti, kendati orangtua mampu. Suatu hari kita akan menjadi tua dan tak berdaya. Betapa bahagia mempunyai anak yang mengerti. Didik dan bimbinglah anak-anak kita agar belajar bagaimana menghargai jerih payah orang tua dan juga orang orang lain dalam mencapai tujuan. Terlebih, ketika anak-anak sudah mulai beranjak dewasa dan memahami mana yang benar, mana yang salah, mana yang pantas atau kurangg pantas dilakukan, pengawasan orang tua tidak pernah boleh lepas sehingga mereka bisa mandiri dan bertanggung jawab akan hidupnya sendiri.
Oleh karena itu, ketika kita memutuskan untuk menjadi orang tua, maka jalankan tanggung jawab tersebut dan jangan biarkan anak kita lepas dari pengawasan. Mereka akan menjadi karakter yang terbentuk secara tidak sempurna, mereka bisa menjadi fobia sosial ataupun hal lainnya yang dianggap bermasalah secara psikologis karena pendidikan karakter yang tanggung.
Akhirnya, terdapat sebuah pesan bijak, โKarakter tidak dapat dibentuk dengan cara mudah dan murah. Dengan mengalami ujian dan penderitaan, jiwa karakter dikuatkan, visi dijernihkan, dan sukses diraih.โ โ Helen Keller. (hkl-man/1/18)