Menetaskan Perilaku Semangat

Oleh : Usman Roin *
MEMBACA-karya Dr. ‘Aidh al-Qarni dalam bukunya La Tahzan mengatakan “Jika kita berada di pagi hari, janganlah menunggu sore tiba.” Sungguh indah sekali apa yang disampaikan oleh beliau.
Jenuh memang bila kita mempunyai kecenderungan menunggu. Yang orangtuanya berharta cukup menunggu hingga meninggal. Lantas menikmati kekayaan pasca berkabung untuk bersenang-senang. Yang melimpah jabatan, menunggu uluran tangan untuk kuota khusus dalam pekerjaan dan lain sebagainya.
Instant dan menunggu sungguh akan merugikan. Kita menjadi pasif padahal sebenarnya naluri hati ingin aktif. Tetapi, karena tidak pernah merasakan kesulitan akhirnya kita lebih banyak mengambil yang simple (praktis). Alhasil, kemalasan menjangkit diri kita.
Baca juga: Guru BK, Orangtua dan Generasi Milenial
Untuk menyadarkan akan ‘keaktifan’ kita, coba ingatlah awal mula kita dilahirkan. Bisa berjalan harus dimulai dari merangkak penuh dengan keaktifan menggerakkan tubuh hingga kemudian bisa berjalan dan berlari. Tetapi, setelah dewasa kita seringnya banyak menunggu sesuatu yang tidak pasti. Padahal, bila kita menjalani hari ini walau dalam kondisi apapun tentu akan selalu memperoleh apa yang kita niatkan. Lebih banyak hasil (kuantitas), lebih kaya wawasan, dan luasnya pengalaman (kualitas).
Oleh karenanya, mencurahkan semangat dan kerja keras guna keberhasilan membangun kemandirian mutlak harus kita lakukan. Tentu akan berbuah manis apabila kita bisa melaksanakannya. Sebab, selama 24 jam ini kita bisa melaksanakan banyak hal walau orang yang ada disekitar kita juga sama melewati waktu tersebut. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Ra’d: 11 yang artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Substansi ayat di atas adalah aktif yang dalam KBBI online bermakna giat bekerja atau berusaha. Harus kita goreskan pada dinding hati, hari kita adalah hari ini. Kita harus percaya diri, bersemangat dan mempunyai tekat yang kuat. Walau banyak godaan yang ada di sekeliling kita. Sebab, sungguh akan terasa nikmat bila kita bisa menyukseskan apa yang menjadi niat kita.
Oleh karenanya, “Aku akan hanya hidup hari ini” patut menjadi prinsip yang harus kita tanamkan. Sehingga kita menyibukkan setiap detik untuk selalu memperbaiki kesalahan. Ingat, memperbaiki kesalahan. Dari yang tidak baik menjadi baik dan terus menjaga kebaikan hingga kebaikan itu berdampak baik pada diri kita menjadi karakter.
Terlebih, Erie Sudewo (2011:50), dalam bukunya Character Building mengatakan agar karakter menjadi perilaku sehari-hari, sifat baik harus dilatih. Hasilnya itulah kebiasaan. Kebiasaan menjadi ciri itulah perilaku atau watak. Perilaku baik dikatakan karakter, sebaliknya perilaku buruk disebut tabiat, dan karakter hanya bisa terwujud dengan praktik dan latihan, tidak bisa hanya diajarkan karena tanpa praktik karena sifat baik (karakter) masih menjadi nilai.
Akhirnya, buah kepayahan dan jerih payah kita akan memberikan jutaan pembelajaran kepada kita. Hanya hari ini kita akan berucap baik, menghilangkan ucap yang kotor. Hanya hari ini, kita persembahkan kebaikan atas potensi-potensi yang kita miliki kepada orang lain. Masa lalu sudah berlalu dan selesai. Kita tenggelamkan laksana matahari. Tak perlu kita tangisi kepergian masa lalu, dan kamu (masa lalu) tidak akan pernah melihatku termenung lagi walau sedetikpun.
Menutup tulisan ini, ada satu puisi indah yang bisa membangunkan kita semua. Sebuah cerita tentang seseorang yang bangun tidur dan merenungkan tentang kunci kesuksesan hidup yang penulis dapatkan entah dari mana sumbernya:
Jendela kamar tidur bilang, “Lihatlah dunia luar!”
Lantas, langit-langit kamar berpesan, “Bercita-citalah setinggi mungkin!”
Jam dinding pun berdetak, “Setiap menit itu berharga!”
Tidak lupa cermin mengatakan, “Berkacalah sebelum bertindak!”
Dan kalender berbisik, “Jangan menunda sampai esok hari!”
Pintu pun berteriak, “Bukalah hidupmu dengan semangat dan pergilah!”
Tapi, yang wajib diperhatikan adalah pesan bijak lantai, “Berlututlah dan berdo’alah!” Hari ini milik kita, mari sambut dengan semangat.
* Penulis adalah Guru Ekskul Jurnalistik SMP Islam Terpadu PAPB Semarang, Editor dan Penulis Buku Menjadi Penulis: Sehimpun Catatan Guru Menulis, dan pengelola abjad gurunulis.com.
Editor Bahasa: Tri Wahyuni
Ilustrator Gambar: Mokhamad Malikul Alam
Tag:karakter, kesuksesan hidup, semangat