Mengapa Guru Harus Menulis
SENGAJA-penulis mengambil judul yang agak provokatif dengan objek guru. Karena penulis sadar hal ini akan membuat cambuk tersendiri kepada yang terhormat guru-guru di semua lembaga pendidikan. Tujuannya tidak lain adalah untuk mengkampanyekan senang menulis.
Terlebih, sekarang ini telah banyak media cetak yang memberikan kolom khusus untuk guru baik yang skalanya regional sampai Nasional. Salah satunya, rubrik: โUntukmu Gurukuโ di Koran Jawa Pos Radar Semarang yang rutin tayang setiap hari Minggu, atau di Koran Wawasan dan Tribun Jateng, bahkan SINDO Jawa Tengah dan media lainnya.
Tentu, bila para guru-guru mau meluangkan waktu sejenak dari pengalaman mengajar di sekolah untuk kemudian ditulis, hasilnya akan banyak catatan tentang bagaimana keberhasilan mendidik anak dengan aneka latar belakang yang ada.
Pertanyaannya, kapan kira-kira guru harus meluangkan menulis? Sementara tanggung jawab mengajar begitu padat. Kalaupun sudah pulang kerumah, tentu kondisi fisik pun juga sudah capek dan fokusnya sudah pada keluarga.
Bagi penulis, profesi guru dengan segala tanggung jawabnya yang begitu besar tentu akan masih ada celah untuk menulis. Kuncinya adalah mensiasati waktu untuk meluangkannya. Maka, untukย sedikit me-review ada dua hal yang perlu diperhatikan pasca mengajar.
Pertama, adalah keberhasilan saat kita sebagai guru mengajar dan anak-anak paham materi yang diajarkan. Dan yang kedua, adalah kegagalan dari penyampaian materi kita akibat kurangnya persiapan hingga –mohon maaf– hanya asal-asalan.
Dua hal tersebut bila guru-guru sejenak mau berpikir tentu ada sesuatu yang menarik untuk bisa ditulis. Satu misal, keberhasilan mengajarkan tentang materi salat. Sebagai guru selepas mengajarkan materi tersebut tentu akan muncul dalam hati adalah kepuasan. Penyebabnya adalah penyampaikan materi yang menarik tentang salat dan anak jadi paham setelah pembelajaran.
Selanjutnya, saat guru kembali ke ruangnya atau tetap meneruskan mengajar dikelas lain, guru bisa membuat catatakan kecil bahwa keberhasilan mengajar tadi karena ada materi yang telah dipersiapkan terlebih dahulu sebagai kesimpulannya.
Jadi, sisi penguasaan materi yang kemudian diulas secara mendalam berwujud tulisan hasil dari pengalaman mengajar tentu tak akan sia-sia. Beda bila hanya diarsip belaka. Karena, akan lebih indah bila kemudian guru menulis untuk selanjutnya bisa dibagikan kepada khayalak umum sebagai bahan masukan guru-guru di lembaga pendidikan lainnya yang masih mengajar dengan teknik yang konvensional.
Selain itu, dari sisi kegagalan bila kemudian guru kreatif dan mau menulis akan timbullah pertanyaan kenapa sampai gagal dalam memberikan penyampaian materi? Tentu ini akan menjadi satu evaluasi pribadi bahwa perlu ada perubahan dalam gaya guru saat mengajar.
Jika kemudian guru berubah dan mau belajar dari kesulitan saat menyampaikan materi maka yang selanjutnya terjadi adalah keberhasilan. Penyebabnya, karena guru tersebut mau menuliskan kenapa materi yang disampaikan kepada anak tidak berhasil! Indikatornya anak tidak paham terhadap materi yang diajarkan dari perubahan metode yang diterapkan.
Oleh karena itu, dari contoh sederhana tersebut penulis ingin mengajak kepada semua guru luangkanlah waktu menulis walau hanya hal-hal kecil yang ditemui kala pembelajaran. Sebab dari kesimpulan yang kecil-kecil itu jika kemudian dirangkai baris demi baris tentu akan menjadi satu tulisan utuh yang bisa dibagikan kepada guru-guru lainnya.
Terlebih, guru yang aktif menulis itu ternyata punya keasikan baru selain mengajar. Ia akan lebih sistematis dalam mengolah sebuah materi hingga kemudian bagaimana memproduk materi tersebut mencapai klimak dan mudah dipahami oleh anak-anak. Maka, kemampuan menulis ini seyogyanya harus dioleh secara terus menerus oleh guru hingga tak terasa kemudian mempola menjadi kebiasaan.
Disamping itu guru yang suka menulis akan memiliki nilai jual luar biasa. Satu sisi bisa memunculkan ide kreatif dalam hal inovasi pembelajaran yang kemudian diaplikasikan demi keberhasilan belajar mengajar. Sisi yang lain, jika keberhasilan tersebut kemudian ditulis dengan baik secara konseptual tentu bila kemudian tayang dimedia, akan mempercepat kenaikan pangkat –dari guru biasa menjadi guru yang inspiratif– yang endingnya jadi narasumber diberbagai seminar.
Sebagai penutup, guru yang aktif menulis bagi penulis tak hanya popularitas saja yang didapatkan, melainkan juga honorarium dari berbagai media juga akan diterima. Bahkan, jika guru rutin dan produktif menulis tentu pemasukan finansial akan lebih banyak dari gaji bulanan yang dia terima. Salam menulis untuk kita semua.