Menyemikan Semangat Hitung yang Kian Luntur
Oleh: Rahmadhani, S.Pd. *
MENDENGAR-kata Matematika tentu yang muncul di benak kita adalah deret angka dan rumitnya rumus hitung. Kecintaan sebagian besar anak akan mapel yang satu ini seakan kian luntur, tentu ada yang salah bukan?
Bukan mau menyalahkan, namun ketika melihat tingkat kesulitan dan kerumitan materi yang disampaikan dari jenjang SD dan SMP sebenarnya belum selayaknya menjadi konsumsi pikiran anak. Salah satu faktor yang membuat anak akhirnya malas untuk mempelajarinya lebih dalam.
Terlebih, karakter anak saat ini yang lebih suka dengan cara instan. Kendala itulah yang seakan menjadi tantangan tersendiri bagi penulis yang notabene sebagai pengampu guru Matematika. Seakan melih kegirangan anak “Hore Aku Bisa!”, saat mereka mampu menyelesaikan tantangan soal sangatlah jarang. Lantas haruskah kita menyalahkan keadaan? Tentu tidakl
Nah berikut beberapa cara yang telah penulis lakukan untuk berusaha mengatasi kondisi tersebut.
Pertama, melakukan pemetaan siswa. Memang setiap anak memiliki kemampuan dan kecerdasan yang berbeda terlebih tentang kemampuan hitungnya. Untuk itu, perlu pemetaan kemampuan siswa agar kedepannya kita bisa melakukan penanganan yang berbeda untuk setiap kelompok anak. Sehingga tidak semua anak kita berlakukan sama untuk materi yang sama, dengan catatan kompetensi dasar harus terkuasai anak.
Dengan demikian, anak yang harusnya bisa kita ajak lari kita ajak lari, yang mampu hanya jalan kita dampingi jalan. Jangan sampai semuanya kita ajak terbang ataupun kita ajak merangkak semuanya.
Kedua, aritmatika sosial sederhana. Dengan mekanjak anak berpikir sesuai yang pernah lakukan dalam kehidupan sehari-hari mereka seakan mereka akan lebih mudah untuk kita ajak memecahkan masalah bersama. Recall pengalaman mereka akan masuk dalam sebuah pembelajaran, sehingga anak akan merasa senyum senyum sendiri sambil mengaitkan soal dengan pengalaman yang telah mereka lakukan.
Teringat cerita temen IPA sehabis pulang dari Australia saat mengikuti kelas Sains di level kelas 11. Materi yang diajarkan begitu sederhananya (sebanding materi kelas 3 SD kita) akan tetapi materi tersebut akhirnya dihubungkan dengan pengalaman siswa untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari- hari mereka. Nah aplikatif bukan?
Ketiga, mengajak anak praktik langsung di lapangkan. Kejenuhan anak seakan makin mumuncak saat materi yang sudah mereka anggap susah ditambah dilakukan dengan metode yang salah. Akankah Matematika harus selamanya di dalam kelas? Tidak.
Dengan kreativitas kita, kita dapat mengajak anak keluar kelas dan mengaitkan apa saja yang ada di luar kelas dengan materi yang ada. Tentu memang perlu pemahaman materi terlebih dahulu sebelumnya, namun dengan pembentukan kelompok sesuai dengan hasil pemetaaan, dengan begitu merekapun akan mau belajar dan berbagi dengan sesama teman mereka. Kejenuhan hilang, materi tersampaikan dan merekapun akan lebih merasa senang belajar.
Bukan maksud menggurui, itulah beberapa yang bisa kita lakukan untuk menyampaikan pelajaran yang sebagian besar anak anggap sulit. Tentu bahkan pasti teman-teman memiliki pengalaman dan best practice yang lebih dari yang telah penulis sampaikan, untuk itu marilah saling berbagi untuk bergaram bersama memajukan pendidikan di Indonesia.
Bergerak dari hal kecil untuk perubahan besar, mendengar kata ” Hore Aku Bisa!”, dari mereka tentu harapan besar untuk perubahan besar mereka ke depan. Semoga!
*Penulis adalah Guru Matematika SMP Islam Terpadu PAPB Semarang
Editor Bahasa: Tri Wahyuni
Ilustrator Gambar: Mokhamad Malikul Alam
Tag:matematika, SMP IT PAPB