Tentang Sahabat dan Kesetiaan
Oleh: Zuli Zutiono, S.Pd.I. *
DI-dunia, manusia tidak bakal bisa hidup sendirian. Manusia butuh bersosialisasi dengan yang lain untuk kelangsungan hidup. Dalam hidup, manusia membutuhkan orang lain, dan bahkan haruslah memiliki seorang sahabat. Memang menemukan sahabat tidak semudah yang dikira. Tidak sekadar bertemu, berkenalan, langsung jadi sahabat.
Untuk menemukan sahabat melalui proses yang panjang dengan kecocokan kesukaan, sikap, minat maupun pikiran satu sama lain. Pun memiliki kepercayaan dan saling mengerti satu sama lain. Namun menurut hemat penulis, seharusnya dalam persahabatan itu adalah persahabatan yang sehat dan baik seperti orang yang setia dan ikhlas mengingatkan hal-hal positif tentang kehidupan di dunia dan akhirat. Sebagaimana seperti persahabatan yang dicontohkan dalam sejarah kehidupan peradaban manusia, yaitu persahabatan Abu Bakar As-Shidiq dan Umar bin Khattab.
Suatu hari Umar Bin Khattab mengadu kepada Rasulullah SAW tentang sahabatnya yang paling mulia yaitu Abu Bakar As-Shidiq. Bahwa akhir-akhir ini pikiran Umar bin Khattab terganggu sebab perilaku sahabatnya itu. Umar berkata, “Wahai Rasululllah, izinkan aku mengungkapkan keresahan hatiku akan apa yang telah sahabat Abu Bakar lakukan terhadap diriku.” Dengan lembut Rasulullah menjawab, “Damaikan hatimu sahabatku, lalu teruskan maksud hatimu.” Setelah tenang Umar bin Khattab berkata, “Suatu waktu, sahabatku Abu Bakar bertemu dengan diriku.
Akan tetapi dia hanya diam seribu bahasa seakan-akan tidak pernah mengenal diriku sehingga menjadikan hatiku bertanya-tanya. Ada salah apa diriku kepada sahabat Abu Bakar As-Shidiq.” Rasulullah tidak ingin masalah itu mengganggu persahabatan di antara kedua sahabatnya yang sangat dicintai ini. Maka Rasulullah meminta kepada Umar bin Khattab supaya Abu Bakar As-Shidiq As-Shidiq dihadapkan bersama agar dapat menjelaskan masalah yang sebenarnya. Ketika Abu Bakar As-Shidiq hadir di tempat tersebut maka Rasulullah bertanya kepada dirinya akan prasangka kerenggangan hubungan persahabatannya dengan Umar bin Khattab.
Selanjutnya Abu Bakar menjawab dengan santun dan penuh kasih sayang sehingga membuat tangis seisi ruangan tersebut. Kata Abu Bakar As-Shidiq, “Wahai Rasulullah, aku pernah mendengar engkau bersabda bahwasanya orang yang lebih dahulu mengucapkan salam kepada saudaranya maka Allah akan membangunkan untuknya satu istana di dalam surga. Aku ingin memberikan kesempatan kepada sahabatku untuk mengucapkan salam terlebih dahulu agar supaya besok di akhirat Allah membangunkan istana di dalam surga atas nama sahabat Umar bin Khatab.”
Setelah mendengar jawaban Abu Bakar, maka sahabat Umar menangis terharu dan memeluk erat sahabat mulianya itu. Sungguh mulia persahabatan mereka, sampai-sampai sudah jauh memikirkan kehidupan sahabatnya esok di akhirat.
Dari kisah tersebut maka sungguh naif bagi manusia yang memiliki sahabat hanya sebatas sebagai sahabat dunia, maksudnya bersifat duniawi atau materialistis. Seseorang seperti itu tidak pantas untuk menjadi sahabat kita. Sahabat seperti itu, biasanya ketika kita tengah mulia dan hidup enak maka mendekatlah mereka. Namun sebaliknya, ketika kita tengah jatuh atau kesusahan maka menjauhlah mereka yang hanya sahabat dunia itu.
* Penulis adalah Guru PAI SMP Islam Terpadu PAPB Semarang.
Editor Bahasa: Mokhamad Malikul Alam
Ilustrator Gambar: Mokhamad Malikul Alam
Tag:hidup sendirian, sahabat